Ini selalu menjadi komponen fundamental yang seharusnya kita terapkan
ketika kita berinvestasi dalam properti. Semua ini tentang pengalihan
risiko. Jika ekuitas yang tersisa di properti dan properti mengurangi
nilai yang mungkin tidak dapat diakses lagi lewat ekuitas, sehingga
investor akan mengambil risiko. Namun, setelah properti dibiayai
kembali, investor memiliki likuiditas dan kemudian risiko ditransfer ke
pemberi pinjaman. Meminjam sebanyak mungkin dikenal sebagai ‘high
gearing’.
Berikut ini contoh sederhana yang mungkin dapat
menjelaskan hal ini secara lebih baik. Mari kita berasumsi bahwa dua
pasangan masing-masing memiliki sebuah properti senilai investasi
Rp.1.000.000.000,00 tanpa hipotek. Kami akan menyebut mereka Investor A
dan B. Suatu pagi investor-investor ini bangun, menyalakan TV dan
menonton berita yang mengumumkan bahwa nilai properti telah jatuh
sebesar 50% di saat mereka membeli properti. Kedua properti sekarang
senilai Rp.500.000.000,00. Perbedaannya adalah bahwa Investor B telah
melakukan strategi yang jitu di saat properti mereka senilai Rp.
1.000.000.000,00. Investor B mengikuti strategi dengan mengajukan
hipotek pada anngka Rp. 750.000.000,00 dan menyimpan uang di bank.
Mereka sekarang memiliki properti senilai Rp. 500.000.000,00 dan kredit
Rp. 750.000.000,00, oleh karena itu mereka memiliki Rp. 250.000.000,00
dari ekuitas negatif! Apakah Investor B berisiko jika demikian? Ingat,
mereka memiliki Rp. 750.000.000,00 di bank. Jadi apa saja yang dapat
menjadi pilihan mereka? Continue Reading...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar