Di masa sulit, para bankir tampaknya semakin kreatif dalam memacu
kredit pemilikan rumah (KPR). Wujudnya tak melulu memangkas bunga
kredit. Menyasar segmen masyarakat menengah ke bawah dan memperpanjang
masa waktu pinjaman juga tak kalah ampuh untuk menjaring nasabah.
Ragam
siasat yang dibuat para bankir itu bertujuan memacu pertumbuhan
penyaluran KPR yang melambat sejak kuartal IV tahun lalu. Pemicunya,
apalagi kalau bukan kebijakan Bank Indonesia (BI) mengenai kenaikan
batas rasio kredit terhadap nilai agunan atau loan to value (LTV) dan
larangan pembiayaan rumah kedua dan seterusnya yang berstatus inden.
Meski bank sentral berniat baik untuk menjaga kualitas kredit dan
melindungi kepentingan konsumen, tak urung dampaknya menjalar hingga ke
kinerja perbankan.
Sekadar menyegarkan ingatan, pasca bank sentral
merilis aturan larangan pembiayaan rumah kedua dan seterusnya pada
September 2013, realisasi penyaluran KPR, terutama residensial rumah
tapak dan rumah jangkung memang melambat. Pertumbuhan penyaluran KPR
pada kuartal IV 2013 cuma sebesar 2,21% dibandingkan periode sama 2012.
Padahal, pada kuartal III 2013, pertumbuhannya mencapai 5,61%.
Realisasi
di kuartal I 2014 lebih parah lagi, cuma tumbuh 0,32% dibandingkan
periode sama 2013. Kondisi mulai membaik di kuartal II 2014 ketika
realisasi penyaluran KPR tumbuh 5,93%. Namun, pertumbuhannya masih lebih
kecil dibandingkan kuartal II 2013 yang mencapai 12,33%.
Beralih ke skema lain
Perlambatan
penyaluran KPR akibat aturan BI ini tak cuma karena calon nasabah
menunda pembelian rumah. Sebagian konsumen, terutama yang mengincar
hunian tipe 70 meter persegi (m²) ke atas, beralih ke skema pembiayaan
tunai bertahap, alias mencicil langsung ke pengembang Continue Reading....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar