Senin, 17 November 2014

Mengatur Rencana Keuangan Mengantar Anak Anda Kuliah

Perencanaan Keuangan - Menikah dan membentuk keluarga masih menjadi mimpi sebagian besar orang di Indonesia. Selain tuntutan psikis dan biologis, berkeluarga juga telah menjadi tuntutan sosial di negeri ini. Maklumlah, posisi keluarga dalam budaya masyarakat kita masih sangat diperhitungkan.

Indikasi paling kuat? Tengok saja setiap Lebaran tiba. Jutaan orang berjibaku mengerahkan tenaga, energi dan duit "hanya" untuk mudik memburu momentum berkumpul dengan keluarga besar.
Namun, seperti kita tahu, tiada pilihan tanpa konsekuensi. Pilihan menikah dan membentuk keluarga juga melahirkan sederet konsekuensi dan sederet tanggung jawab baru, yang bisa dibilang cukup berat. Pilihan memiliki anak, misalnya.

Menimang buah hati menjadi salah satu mimpi terbesar mereka yang menikah dan berkeluarga. Anak menjadi berkah tak terkira dan mampu mengubah drastis sisi kehidupan orangtua. Ibaratnya, nyawa pun rela diberikan demi kebahagiaan buah hati tercinta.

Anda tentu sepakat jika memiliki anak sama artinya memiliki tanggung jawab baru yang luarbiasa besar. Tanggung jawab mendidik dan membesarkannya sejatinya sudah melekat di saat janin mulai tumbuh di kandungan ibu.

Masalah sandang dan pangan serta papan mungkin bagi Anda sudah bukan persoalan. Namun, menjadi orangtua berarti harus mulai memikirkan tentang kebutuhan pendidikan si anak.

Mulai kapan sih idealnya menyiapkan dana pendidikan anak? Para perencana keuangan kebanyakan menyarankan agar para orang tua menyiapkan biaya sekolah anak sedini mungkin. "Idealnya sejak bayi masih dalam kandungan. Bahkan, bagi pasangan muda yang belum punya anak, bisa disiapkan sejak awal agar beban investasi bulanan lebih kecil," kata Prita Ghozie, perencana keuangan ZAP Finance.


Diana Sandjaja, perencana keuangan MRE Consulting, menilai, lebih awal menyiapkan biaya kuliah anak, lebih ringan biaya yang mesti disisihkan oleh orangtua. Juga, orangtua lebih leluasa menyisihkan dana tersebut. Untuk biaya kuliah, misalnya. Jika saat ini bayi Anda masih di dalam kandungan, maka Anda punya waktu setidaknya 18 tahun untuk menabung atau berinvestasi menyiapkan dananya. Waktu selama itu relatif leluasa bagi orangtua untuk memperkirakan kebutuhan biaya kuliah, membuat simulasi kebutuhan biaya, memilih produk tabungan atau investasi, dan memulai langkah menabung atau berinvestasi.

Inflasi itu nyata!
Sampai di sini, mungkin ada di antara kita yang menilai, waktu 18 tahun terlalu dini untuk berepot-repot ria menyiapkan dana kuliah si orok yang masih di dalam perut. Namun, percayalah, ketimbang jungkir balik tak karuan ketika kebutuhan sudah terlalu dekat, bersiap-siap lebih awal akan membuat hidup Anda lebih tenang dan nyaman.

Pasalnya, laju kenaikan biaya pendidikan, termasuk biaya kuliah, terbilang sangat kencang, jauh melebihi angka inflasi yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) saban awal bulan.
Para perencana keuangan biasa memakai rata-rata asumsi kenaikan biaya pendidikan S1 antara 10% -- 20% per tahun. Namun, pada kenyataannya angka kenaikannya sangat mungkin jauh di atas itu.

Tak percaya? Sebagai contoh, tahun 2000 silam, SPP alias sumbangan pembinaan pendidikan di fakultas non-eksak Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta cuma berkisar Rp 500.000 per semester. Angka itu setara Rp 84.000 per bulan, bersih tanpa biaya-biaya tambahan lain. Nah, 11 tahun kemudian, biaya yang harus dibayar oleh mahasiswa S1 kampus itu melonjak cukup besar. Tak cuma SPP, mahasiswa juga diwajibkan membayar biaya operasional pendidikan (BOP) sebesar Rp 60.000 -- Rp 75.000 per satuan kredit semester (sks).

Alhasil, mahasiswa wajib membayar minimal Rp 1,9 juta per semester. Itu belum termasuk ongkos sumbangan wajib minimal berkisar Rp 5 juta -- Rp 10 juta. Taruh kata, total biaya yang harus dibayar mahasiswa UGM adalah Rp 2,5 juta per semester tahun 2011. Itu berarti dalam 10 tahun,inflasi biaya kuliah di sana mencapai 400% atau 40% per tahun! Continue Reading...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar