Jumat, 07 November 2014

Merencanakan Keuangan Saat Terkena PHK

Yongkie bak tersambar petir mendengar pengumuman yang disampaikan oleh manajemen perusahaan tempat ia bekerja. Tak ada angin, tak ada hujan, para petinggi perusahaan tempatnya bekerja mengumumkan menutup unit usaha di mana dia ditempatkan. Otomatis, para karyawan di unit usaha tadi, termasuk Yongkie, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Yongkie sama sekali tidak pernah membayangkan ia bakal kembali menjadi pengangguran dalam waktu dekat. Apalagi, perusahaan tempatnya bekerja ini baru saja usai melakukan rapat kerja (raker) untuk membahas program dan arah perusahaan di 2015 nanti. Selain itu, ia mendengar kabar, perusahaannya bakal mendapat kontrak bernilai besar.

Toh, Yongkie tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menerima keputusan PHK. Ia pun mulai mencari tempat kerja baru supaya keuangannya tidak sampai kacau-balau.

Masalah keuangan memang selalu mengikuti kasus-kasus PHK. Maklum, lantaran tidak lagi bekerja, orang yang terkena PHK otomatis tidak memiliki pemasukan. Sementara, pengeluaran tiap bulan terus jalan.


Karena itulah para perencana keuangan selalu menyarankan setiap keluarga memiliki dana darurat sekitar enam kali pengeluaran rutin per bulan. Dus, saat pemasukan keluarga terhenti, keluarga tadi bisa bertahan hingga mendapat sumber pemasukan baru.

Yang jadi masalah, masih banyak orang di Indonesia yang tidak terlalu peduli dengan dana darurat. Alhasil, saat tulang punggung keluarga kehilangan penghasilan, keluarga tadi tidak memiliki dana darurat yang cukup, atau bahkan tidak memiliki dana darurat sama sekali. “Padahal, saat seseorang terkena PHK, maka dia dan keluarganya akan masuk dalam survival era,” kata Mike Rini, perencana keuangan sekaligus Chief Executive Officer (CEO) MRE Financial & Business Advisory.

Dana pesangon
Lalu, bagaimana sebaiknya pengaturan keuangan keluarga saat pencari nafkah di keluarga terkena PHK sementara dana darurat tidak ada atau tidak mencukupi? Dalam kondisi tersebut, keuangan keluarga untuk sementara terpaksa bergantung pada pesangon yang diberikan perusahaan. “Itu yang dipakai untuk membiayai pengeluaran keluarga,” kata Taufik Gumulya, perencana keuangan sekaligus CEO TGRM Financial Planning Services.

Besaran dana pesangon ini tentu berbeda-beda, tergantung dari masa kerja dan gaji si karyawan ketika bekerja. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, besaran uang pesangon itu antara satu kali hingga sembilan kali gaji karyawan, bergantung pada masa kerja. Contoh, masa kerja delapan tahun ke atas memperoleh pesangon 9 kali gaji.

Selain dana pesangon, perusahaan juga harus memberikan uang penghargaan masa kerja. Besarnya antara dua kali hingga sepuluh kali upah pegawai, bergantung masa kerja. Pegawai dengan masa kerja 24 tahun ke atas berhak menerima uang penghargaan masa kerja sebesar sepuluh kali gaji Continue Reading...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar